Asal Usul batu Hajar Aswad tidak bisa lepas dari sejarah Ka’bah itu sendiri. Pembangunan Ka’bah, menurut al-Qur’an pada surat al-Baqarah ayat 127 dilakukan oleh Ibrahim dan anaknya, Ismail. Diceritakan bahwa Allah telah menunjukkan pada Ibrahim dimana mereka harus melakukan pembangunan, yaitu tempat yang amat dekat dengan sumur Zamzam, akhirnya Ibrahim dan Ismail mulai mengerjakan konstruksi Ka’bah kira-kira pada tahun 2130 sebelum masehi. Ketika pembangunan ini tengah berlangsung, Ibrahim menyadari bahwa amat banyak komponen-komponen Ka’bah yang tidak mampu dibuat karena kurangnya bahan, sehingga akhirnya ia dan Ismail pergi menyusuri beberapa gunung untuk membawa bebatuan dengan tujuan menyelesaikan konstruksi Ka’bah tersebut.
Bahkan setelah seluruh bagian Ka’bah selesai dibangun, Ibrahim masih merasa bahwa ada satu bagian penting yang hilang. Ada salah satu sumber yang mengatakan bahwa Ibrahim memerintahkan Ismail untuk mencarikan satu batu lagi yang dapat memberi “sinyal” kepada umat manusia. Mendengar hal ini, Ismail pergi dari satu bukit ke bukit yang lain hanya demi mencari batu yang bisa menjadi suar dan memberi tanda kepada seluruh umat manusia, dan pada saat inilah, malaikat Jibril diutus Allah untuk membawakan sebuah batu yang konon katanya dulunya berwarna putih dan memberikannya kepada Ismail. Mendapati batu putih yang indah tersebut, Ismail pulang dan alangkah bahagianya Ibrahim melihat batu yang ia bawa. Ismail kemudian menjawab pertanyaan Ibrahim tentang lokasi batu ini dengan jawaban “aku menerima ini dari seseorang yang tidak akan membebani anak cucuku maupun anak cucumu (Jibril)” kemudian Ibrahim mencium batu tersebut, dan gerakan tersebut kemudian diikuti oleh Ismail.
Sejarah Asal Usul batu Hajar Aswad kembali berlanjut setelah batu diletakkan oleh Ibrahim di sudut timur Ka’bah. Tepat setelah melakukan hal itu, Ibrahim mendapat wahyu dimana Allah memerintahkannya untuk pergi dan memproklamirkan bahwa umat manusia harus melakukan ziarah agar Arabia bisa didatangi oleh orang-orang dari tempat yang jauh. Beberapa peneliti percaya bahwa Ka’bah benar dibangun pada tahun 2130 sebelum masehi. Penanggalan ini dinilai konsisten dengan kepercayaan umat Muslim bahwa Ka’bah merupakan masjid pertama dan tertua dalam sejarah. Menurut literatur kaum Samaritan, dalam buku yang berjudul Secrets of Moses tertulis bahwa Ismail dan anak tertuanya, Nebaioth adalah orang yang membangun Ka’bah dan juga kota Mekah. Buku ini dipercaya telah ditulis pada abad ke-10, sementara ada pendapat lain yang menganggap buku ini ditulis pada paruh kedua abad ke-3 sebelum masehi.
Hajar Aswad sendiri sebenarnya sudah menjadi sesuatu yang dihormati bahkan sebelum dakwah tentang Islam oleh Muhammad. Ketika era Muhammad tiba, batu ini juga sudah diasosiasikan dengan Ka’bah. Karen Armstrong dalam bukunya yang berjudul Islam: A Short History, menuliskan bahwa Ka’bah didedikasikan kepada Hubal, salah satu dewa dalam kepercayaan Nabatea, dan di dalamnya ada 365 berhala yang tiap-tiapnya merepresentasikan satu hari dalam satu tahun. Menurut Ibnu Ishaq yang merupakan biografer Muhammad di era awal, Ka’bah sendiri dianggap sebagai dewi, tiga generasi sebelum Islam muncul. Kultur semitik Timur Tengah juga memiliki tradisi untuk menggunakan batu-batu asing sebagai penanda tempat penyembahan, sebuah fenomena yang tertulis baik di Injil Yahudi maupun Qur’an.
Pada era Nabi Muhammad SAW, sejarah batu Hajar Aswad menjadi penting saat beberapa klan di Mekah berkelahi untuk menentukan siapa yang pantas meletakkan Hajar Aswad kembali ke Ka’bah setelah renovasi akibat kebakaran besar. Setelah sebelumnya hampir terjadi perang, para tetua klan mulai menyetujui usulan bahwa mereka harus bertanya kepada orang berikutnya yang melewati gerbang Ka’bah, dan kebetulan orang itu adalah Muhammad yang masih berusia 35 tahun. Setelah mendengar pokok permasalahan, Muhammad meminta para pemimpin klan untuk membawakannya sebuah kain, yang kemudian ia gunakan untuk meletakkan Hajar Aswad di bagian tengah kain tersebut. Setelah diletakkan, Muhammad meminta setiap ketua klan untuk memegang sisi ujung dari kain tersebut, mengangkatnya, dan membawanya ke posisi yang tepat untuk meletakkan Hajar Aswad. Setelah tiba di tempatnya, Muhammad sendiri yang mengambil dan meletakkan Hajar Aswad di posisi yang seharusnya, dan hal ini berhasil menggagalkan perang yang mungkin terjadi di antara klan-klan Mekah tadi.
Sejarah mengenai batu Hajar Aswad terus berlanjut tapi sebelumnya ia sempat mengalami beberapa kerusakan yang signifikan. Batu ini juga diceritakan pernah pecah oleh batu yang ditembakkan oleh katapel saat terjadi penyerangan Mekah oleh Umayyad. Fragmen-fragmen batu yang pecah itu kemudian disatukan kembali oleh Abdullah Ibnu Zubayr menggunakan perak. Pada tahun 930, batu tersebut dicuri oleh kaum Qarmati hingga ke tempat yang sekarang bernama Bahrain. Kini, batu ini menjadi bagian penting dalam upacara keagamaan umat Islam, yaitu ketika mereka melaksanakan haji.
( sumber )